160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT

Larangan Nikah Beda Agama UU Perkawinan Kembali Digugat Ke MK Oleh Seorang Pemuda

750 x 100 AD PLACEMENT

JAKARTA | brigadepasopati.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan uji materiil Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Perkara Nomor 212/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh warga negara Indonesia bernama Muhamad Anugrah Firmansyah. Sidang tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arsul Sani, bertempat di Ruang Sidang Panel MK, pada Rabu (12/11/2025).

Dalam permohonannya, Pemohon yang beragama Islam menyatakan dirinya telah menjalin hubungan selama dua tahun dengan seorang warga negara Indonesia beragama Kristen. Hubungan tersebut dijalani dengan saling menghormati keyakinan masing-masing dan telah berkenalan antarkeluarga. Namun, Pemohon merasa dirugikan oleh keberlakuan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan yang menyatakan bahwa “perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu”.

“Ketentuan tersebut menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian hukum mengenai pencatatan perkawinan antaragama,” sebut Anugrah.

Ia menilai pasal itu dimaknai sebagai larangan pencatatan bagi pasangan beda agama, seolah-olah hanya perkawinan seagama yang dapat dicatatkan secara resmi. Akibatnya, akses pencatatan perkawinan antaragama menjadi tertutup. Pemohon juga menyebut kerugiannya semakin nyata setelah terbitnya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023, yang pada pokoknya berisi larangan bagi pengadilan untuk mengabulkan pencatatan perkawinan antaragama.

750 x 100 AD PLACEMENT

Meski isu serupa pernah diuji di MK melalui Putusan Nomor 68/PUU-XII/2014 dan Putusan Nomor 24/PUU-XX/2022, Pemohon menilai permohonannya kali ini berbeda karena memiliki pendekatan, dasar pengujian, dan fakta hukum baru (novum). Ia menekankan bahwa permohonan ini berfokus pada ketidakjelasan norma yang menimbulkan ketidakpastian hukum, bukan semata pada tafsir agama.

Pemohon juga menilai ketentuan administrasi kependudukan sebenarnya membuka ruang bagi pencatatan perkawinan antaragama melalui penetapan pengadilan. Namun, praktik di lapangan tidak konsisten, ada pengadilan yang mengabulkan, tetapi ada pula yang menolak sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidaksamaan penerapan hukum.

Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menyarankan Pemohon untuk mencantumkan redaksi terbaru dari UU Perkawinan, yakni UU Nomor 1 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2019. “Penulisan pasalnya jangan sepotong-potong supaya lengkap,” ujar Ridwan.

Ridwan juga menyarankan Pemohon untuk mempelajari putusan-putusan MK sebelumnya agar permohonan lebih terstruktur. “Lihat di laman MK, ada putusan-putusan yang dikabulkan. Saudara ambil ketentuan yang ada di PMK 7 itu,” katanya. Ia juga meminta Pemohon menjelaskan hubungan kausal (causal verband) antara kerugian konstitusional yang dialami dengan berlakunya pasal yang diuji.

750 x 100 AD PLACEMENT

Di akhir sidang, Majelis Hakim memberikan waktu 14 hari kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. Perbaikan tersebut paling lambat harus diterima oleh MK pada Selasa, 25 November 2025 pukul 12.00 WIB. (*)

750 x 100 AD PLACEMENT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kamu mungkin juga suka
930 x 180 AD PLACEMENT