
JAKARTA | brigadepasopati.com – Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) hari ini, Rabu (21/5/2025) mengumumkan perkembangan signifikan dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas kredit oleh sejumlah bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada PT Sri Rezeki Isman Tbk (Sritex) dan anak perusahaannya. Dugaan korupsi ini diperkirakan telah merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Penyidikan yang dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung ini telah dimulai berdasarkan Surat Perintah Penyidikan yang diterbitkan pada 25 Oktober 2024.
Pada hari ini, Rabu (21/5/2025) penyidik telah memeriksa tiga saksi kunci untuk dimintai keterangan:
DS, Kepala Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten pada tahun 2020.
YM, Direktur Utama PT Bank DKI Jakarta pada tahun 2020.
ISL, Direktur Utama PT Sri Rezeki Isman Tbk dari tahun 2005 hingga 2022.
Sebelumnya, total 46 saksi telah diperiksa, dan pada hari yang sama, sembilan saksi tambahan serta satu ahli juga telah dimintai keterangan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan para saksi, penyidik telah menemukan bukti yang cukup kuat terkait dugaan praktik korupsi dalam proses pemberian kredit kepada PT Sritex. Akibat perbuatan melawan hukum ini, kerugian negara diperkirakan sangat besar.
Hingga Oktober 2024, total outstanding pinjaman atau tagihan yang belum dibayarkan kepada bank mencapai Rp3.588.650.808.57. Dana tersebut tersebar di beberapa bank, yaitu:
– Bank Jateng: Rp395.663.015.800
– Bank BJB (Jawa Barat dan Banten): Rp543.080.507.170
– Bank DKI: Rp9.007.085.018,57
– Bank Sindikasi (BNI, BRI, dan LPEI): Rp2,5 triliun
– Selain bank-bank BUMN tersebut, PT Sritex juga diketahui menerima fasilitas kredit dari 20 bank swasta lainnya.
Penyidik juga menyoroti adanya anomali keuangan yang signifikan pada PT Sritex. Perusahaan yang bergerak di industri tekstil ini melaporkan kerugian besar sebesar US$1,08 miliar (setara dengan Rp15,65 triliun) pada tahun 2021. Angka ini sangat kontras dengan keuntungan sebesar US$85,32 juta (setara dengan Rp1,24 triliun) yang dilaporkan pada tahun 2020. Pergeseran drastis ini menjadi salah satu fokus utama dalam penyidikan untuk mengungkap potensi penyimpangan.
PT Sritex, yang mayoritas sahamnya (59,03%) dimiliki oleh PT Handlestone Indonesia, dengan sisa 40,97% dimiliki oleh publik, menghadapi beban kredit yang sangat besar. Kejaksaan Agung berkomitmen untuk terus mendalami kasus ini guna menuntaskan dugaan korupsi dan memastikan pertanggungjawaban hukum bagi pihak-pihak yang terlibat. (*)