

BANGKOK | brigadepasopati.com – Krisis politik di Thailand mencapai puncaknya hari ini, pada Jum’at (12/12/2025) setelah Raja Maha Vajiralongkorn, melalui Dekret Kerajaan, secara resmi menyetujui pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau parlemen Thailand. Keputusan ini membuka jalan bagi penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) Nasional yang harus digelar paling lambat pada Februari 2026.
Pembubaran Parlemen ini didasari oleh permintaan dari Perdana Menteri Anutin Charnvirakul, menyusul ketidakstabilan politik akut dan kegagalan membentuk koalisi Pemerintahan yang stabil. Ketegangan politik Partai memuncak setelah Partai pendukung Pemerintah mengancam akan menarik dukungan, membuat Pemerintahan PM Anutin menjadi Pemerintahan minoritas yang tidak efektif.
Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul mengonfirmasi langkah ini diambil untuk mengembalikan kekuasaan di tangan rakyat dan menyelesaikan kebuntuan politik yang terjadi. “Langkah ini penting untuk menyelesaikan kebuntuan politik saat ini dan mengembalikan mandat kepada rakyat melalui Pemilihan Umum yang baru,” kata PM Anutin dalam pernyataan resminya.
“Pemerintahan minoritas yang saya pimpin belum dapat mencapai stabilitas yang dibutuhkan untuk menjalankan roda pemerintahan secara efektif,” ungkap PM Anutin. Selain faktor krisis koalisi, perbedaan pandangan antara Partai Bhumjaithai yang dipimpin PM Anutin dengan Partai Rakyat mengenai rancangan amandemen konstitusi juga menjadi salah satu alasan utama di balik pembubaran DPR.
Juru bicara Pemerintah, Siripong Angkasakulkiat, mengatakan kepada media bahwa Dekret pembubaran Parlemen telah dirilis dalam Lembaran Kerajaan, pada Jum’at (12/12/2025). “Sesuai konstitusi, Pemilu dini harus diselenggarakan dalam jangka waktu 45 hingga 60 hari ke depan,” jelas Siripong.
Ini menandai ke-15 kalinya Parlemen Thailand dibubarkan dalam sejarah politik negara tersebut, sebuah langkah berulang yang sering digunakan untuk meredakan krisis politik. (*)