160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT

Kuliah Umum Sekolah Pascasarjana UNAIR Bertema Kepemimpinan Strategis Untuk Pembangunan Desa Berkelanjutan

750 x 100 AD PLACEMENT

SURABAYA | brigadepasopati.com – Bertempat di Ruang Kuliah Internasional V-Dharmawangsa, Lantai 2, Gedung Sekolah Pascasarjana, Kampus B UNAIR, Jl. Airlangga 4–6 Surabaya. Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar Kuliah Umum bertema Kepemimpinan Strategis Untuk Pembangunan Desa Berkelanjutan, yang disampaikan oleh Dr. H. M. Afif Zamroni, Lc., M.E.I., Staf Khusus Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), pada Sabtu, (10/5/2025).

 

Dalam pemaparan Kuliah Umum, Dr. Afif Zamroni menekankan pentingnya Desa sebagai fondasi utama pembangunan nasional. Mengutip pernyataan proklamator sekaligus Bapak Koperasi Indonesia, Mohammad Hatta, ‘Indonesia tidak akan bercahaya karena obor besar di Jakarta, tetapi akan bercahaya karena lilin-lilin di Desa,’ Dr. Afif Zamroni menegaskan bahwa pembangunan Desa adalah kunci pemerataan kesejahteraan dan ketahanan bangsa.

750 x 100 AD PLACEMENT

Menurut Dr. Afif Zamroni, keberhasilan pembangunan Desa memerlukan pendekatan kepemimpinan yang strategis dan visioner. “Pemimpin Desa tidak bisa hanya mengandalkan petunjuk teknis dari pusat. Mereka harus memahami kondisi lokal, menjalin komunikasi yang demokratis dengan masyarakat, dan mampu membuat keputusan berbasis musyawarah,” ujar Dr. Afif Zamroni. Kepemimpinan semacam ini diyakini mampu menghindarkan Desa dari stagnasi pembangunan dan memperkuat peran masyarakat sebagai subjek dalam setiap proses pembangunan. Dr. Afif Zamroni, juga menyoroti pentingnya regulasi yang tidak hanya teknokratik, tetapi juga adaptif terhadap kondisi sosial, budaya, dan ekologis masing-masing Desa.

 

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025, Indonesia memiliki 84.048 Desa, termasuk Unit Permukiman Transmigrasi. Data ini mencerminkan bahwa lebih dari 91 persen wilayah Indonesia adalah wilayah perdesaan, dan sekitar 43 persen penduduk tinggal di desa (BPS, 2000). “Artinya, Desa bukan hanya unit administratif, melainkan penyangga utama struktur ekonomi, sosial, dan budaya bangsa,” ungkap Dr. Afif Zamroni,

750 x 100 AD PLACEMENT

Kendati demikian, Desa juga masih menghadapi tantangan signifikan. Kemiskinan, keterbelakangan infrastruktur, minimnya akses pendidikan dan kesehatan, serta tingginya angka pengangguran menjadi problem kronis. Berdasarkan Jurnal Litbang Vol. 16 No. 1 Juni 2020, angka kemiskinan desa mencapai 16,56%, jauh di atas kemiskinan Kota yang sebesar 9,87%. Proyeksi BPS menunjukkan tingkat urbanisasi Indonesia diprediksi mencapai 72,9% pada 2045, mengancam eksistensi Desa sebagai pusat pertumbuhan berkelanjutan. “Kita tidak ingin Desa-Desa di Indonesia bernasib seperti Desa-Desa di Jepang yang kini menjadi Kota hantu karena eksodus penduduk mudanya,” tegas Dr. Afif Zamroni.

 

Menyitir visi pembangunan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto dalam Asta Cita, Gus Afif sapaan akrabnya menekankan pentingnya membangun Indonesia dari Desa. Pendekatan ini merupakan koreksi atas model pembangunan terdahulu yang menimbulkan ‘backwash effect‘, yaitu tersedotnya sumber daya dari Desa ke Kota, sebagaimana dijelaskan oleh ekonom Gunnar Myrdal. Dr. Afif Zamroni menambahkan bahwa pembangunan berkelanjutan harus dilandaskan pada tiga pilar utama: lingkungan, sosial, dan ekonomi sebagaimana dirumuskan dalam laporan World Commission on Environment and Development: Our Common Future (WCED, 1987). “Pembangunan Desa harus memperhatikan kesinambungan antar-generasi, keseimbangan ekologis, serta pemberdayaan sosial-budaya,” jelas Gus Afif.

 

750 x 100 AD PLACEMENT

Desa tidak hanya menyimpan potensi pertanian dan sumber daya alam, tetapi juga aset budaya dan pariwisata. Desa Penglipuran (Bali), Desa Sade (Lombok), Desa Kembangbelor (Mojokerto), hingga Desa Wae Rebo (Flores) merupakan contoh Desa yang berhasil mengintegrasikan nilai tradisi dan ekonomi pariwisata. Namun, pariwisata Desa juga berpotensi menimbulkan dampak negatif. Polusi, degradasi lingkungan, over-kapasitas wisata, dan gentrifikasi menjadi ancaman serius. Oleh karena itu, pengembangan Desa Wisata harus menerapkan prinsip ekowisata dan partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan destinasi.

Di akhir paparannya, Gus Afif menggarisbawahi bahwa keberhasilan pembangunan Desa tidak mungkin tercapai tanpa kepemimpinan yang sehat dan partisipatif. “Kepala Desa adalah aktor strategis yang harus memahami nilai lokal, menjembatani kebijakan nasional, dan mewujudkan kesejahteraan warganya melalui kolaborasi lintas sektor,” ucap Dr. Afif Zamroni.

 

Sosok yang juga sebagai Direktur Pasca Sarjana Universitas KH. Abdul Chalim, Mojokerto menutup Kuliah Umum dengan mengajak seluruh elemen bangsa untuk menempatkan Desa sebagai pusat gravitasi pembangunan Indonesia. “Dengan membangun Desa secara berkelanjutan, kita bukan hanya menguatkan fondasi negara, tetapi juga mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia sebagai Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghofur,” pungkas Staf Khusus Mendes PDT.

Selain pemaparan dari narasumber, Kuliah Umum ini juga diwarnai diskusi kritis dari peserta, yang salah satunya disampaikan oleh Eka, perwakilan dari Program Magister yang juga bertugas sebagai Pendamping Desa di Desa Kelurak, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo.

 

Eka mengungkapkan bahwa pada bulan Mei ini Desanya akan melaksanakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) yang akan membahas rencana pendirian Koperasi Merah Putih dan alokasi ulang anggaran ketahanan pangan menjadi penyertaan modal bagi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Namun, menurut Eka, realisasi kebijakan tersebut menemui banyak tantangan. “Penggunaan anggaran ketahanan pangan yang wajib minimal 20% dari Dana Desa sangat sulit direalisasikan, apalagi di Desa padat penduduk seperti Kelurak yang berada di pusat kota Sidoarjo. Pemberdayaan kelompok masyarakat tidak bisa disamakan di seluruh Desa,” ujarnya.

Dan Eka juga menyoroti kelemahan dari sisi kapasitas aparatur Desa. Menurutnya, masih banyak pejabat Desa yang belum memahami konsep pengembangan Desa secara menyeluruh, salah satunya karena syarat pendidikan Kepala Desa yang hanya minimal ijazah SMP. Eka berharap kapasitas aparatur Desa dapat ditingkatkan melalui pelatihan maupun pendidikan formal. “Yang menggerakkan Desa itu ya para aparaturnya. Maka, mereka harus dibekali pengetahuan dan wawasan yang cukup,” tegasnya.

 

Kuliah Umum Sekolah Pascasarjana UNAIR ini menjadi momentum refleksi dan evaluasi terhadap kebijakan pembangunan Desa, sekaligus membuka ruang bagi suara berbagai lapisan masyarakat untuk didengar di ruang akademik. (*)

750 x 100 AD PLACEMENT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kamu mungkin juga suka
930 x 180 AD PLACEMENT