

SURABAYA | brigadepasopati.com – Tim Mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR) kembali menorehkan prestasi gemilang. Mereka sukses meraih Juara 2 ajang Big Beat Challenge (BBC) dalam rangkaian Airlangga Cardiovascular International Conference VII, Continuing Medical Education XXVII, Surabaya Cardiology Update XVI, dan Airlangga Cardiovascular Expert Meeting VIII (ACSA) 2025.
Kompetisi yang diselenggarakan oleh Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular UNAIR berlangsung pada Sabtu-Minggu (1-2/11/2025), di Vasa Hotel Surabaya. Tim menghadirkan Yongki Welliam, Ikhsan Rifai Darmawan, dan Zaskia Nafisa Salma.
Yongki Welliam menerangkan bahwa kompetisi itu berbeda dengan kompetisi Kedokteran lain karena peserta mencakup Mahasiswa, seperti Mahasiswa Preklinik, Dokter Muda, hingga Dokter Umum. “Terlebih, materi yang diujikan jauh di atas level Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) dan Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia (SNPPDI),” ujar Yongki Welliam, pada Jum’at (7/11/2025).
Persiapan tim berlangsung di tengah padatnya kesibukan antar anggota tim. Saat kompetisi berlangsung, tim menghadapi tantangan berupa ilmu baru. “Banyaknya ilmu baru yang disajikan dalam soal, membuat kami harus menganalisa secara hati-hati,” tambah Yongki Welliam.
Sementara itu, Ikhsan Rifai Darmawan menilai bahwa keberhasilan tim tidak terlepas dari doa dan strategi tim. “Kami berasal dari angkatan berbeda dan jarang kumpul bersama. Sehingga kami menerapkan pembagian peran berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Saya tipe analisis, sehingga babak cerdas cermat saya percayakan kepada Mas Yongki dan Zaskia. Itulah fungsi tim untuk saling melengkapi,” ungkap Ikhsan Rifai.
Selanjutnya Ikhsan Rifai menyatakan bahwa kepercayaan tim terbentuk sejak ketiganya menjadi delegasi RMO/IMO cabang kardiorespi. “Kami sudah mengenal kemampuan masing-masing dengan cukup baik, jadi saat menjawab soal, jika ada 1 anggota yakin, kami percayakan jawabannya,” jelas Ikhsan Rifai.
Menurutnya, kompetisi ini mengajarkan pentingnya kerendahan hati dan membuka cara pandang baru. “Dari sisi akademik, membuka pandangan bahwa ‘there’s always a bigger fish in to fry’. Meskipun kami cukup berpengalaman dalam bidang kardio, masih banyak materi kardiologi yang perlu kami gali lebih dalam. Dari sini saya belajar untuk tetap rendah hati,” tambah Ikhsan Rifai.
Sedangkan Zaskia Nafisa Salma mengaku di awal sempat skeptis karena menganggap peserta dari tingkatan lebih tinggi akan lebih unggul. “Terlebih saat penyisihan, kami cukup speechless karena soal lebih sulit dari perkiraan. Namun setelah lolos final, saya sadar bahwa kedudukan bukan menjadi penentu utama, melainkan seberapa jauh kita dalam memahami ilmunya,” tutur Zaskia Nafisa.
Terakhir, Zaskia Nafisa menilai ajang seperti ini perlu digalakkan lebih tinggi, karena membuka peluang emas bagi Mahasiswa Kedokteran. “Kompetisi ini memacu semangat belajar dalam menggali ilmu lebih dalam, karena sejatinya yang kita pelajari masih secuil bagian saja. Selain itu, ajang ini menjadi wadah pertemuan dengan sosok-sosok inspiratif yang susah untuk ditemui,” pungkas Zaskia Nafisa. (*)